Kamis, 21 Februari 2013

Thank You...

Oke-oke, aku tahu kalau ini salah. Nggak seharusnya aku menceritakan tentang apapun yang mengganggu pikiran di media online. Apalagi ini termasuk kategori private, sentimentil dan nggak ada hubungannya dengan informasi yang biasanya orang cari dari media online. Ini semua murni... yah boleh dibilang, ini semua murni curahan hati. Hmm... sebut saja gadis berusia 21 tahun yang berjuang mencapai gelar sarjananya di salah satu Institut terkemuka di Bandung, penuh jadwal padat dan sangat menyayangi kedua orang tuanya dan adik semata wayangnya dan... dan... seseorang lawan jenisnya yang sudah terlanjur mengisi ruang kosong di hatinya dan tanpa alasan yang jelas, dia pergi.

Ketika aku mengetikkan semuanya disini, yang terngiang di otakku hanyalah kata-kata ibuku yang sukses membuat air mataku mengalir deras. Bayangkan saja, satu gulung tissue habis tuntas demi mengeringkan air mataku yang sebanding dengan curah hujan di Bandung saat ini. Kata-kata ibu ini mungkin cukup sederhana tapi maknanya begitu dalam dan mengena. Ibu bilang, "Think positive... jangan terlalu dipikir. Kalau kamu sukses kuliah, sukses di karier, pasti soal cinta dan jodoh juga insya allah sukses. Orang baik diciptakan untuk orang yang baik pula."

Tahu apa yang aku lakukan setelah itu ? Menangis ? Rasanya nggak perlu munafik, siapapun itu jika ia merasa dihianati dan dipermainkan apalagi oleh orang yang mereka sayangi, emosi mereka akan kacau, dan satu-satunya hal yang paling alamiah pada manusia adalah menuangkan emosinya dengan air mata. Ya, aku menangis. It can't be helped. Setelah menangis ( atau lebih tepatnya 'sambil menangis' ) aku menarik laptopku, dan tulisan-tulisan ini terketik begitu saja. Tanpa perlu berpikir sisah-payah.

Aku tidak tahu harus memulainya dari mana. Atau... baiklah, aku akan memulainya dari hal-hal yang aku ingat saja. Emosiku cukup terguncang dan itu sukses mengacaukan sebagian memoriku.

Trully, honestly, I don't get what he think and do...
Aku masih ingat, tanggal 9 Februari 2013 ( still fresh from the oven, I guess ), sebut saja cowok ini adalah Gid, karena itu adalah salah satu penggalan suku kata namanya. Pada tanggal itu, he told me that he love me. Dia menembakku. Dan satu lagi naluri alamiah dari seorang manusia apalagi dia adalah seorang cewek, pasti akan senang terlebih dahulu sebelum memikirkan impact selanjutnya. Of course, I really am happy. Apalagi selama ini aku tahu kalau dia sudah lama menyukaiku dan sudah kukategorikan sebagai 'secret admirer' dan pada akhirnya dia berhaisl mengatakannya padaku. Dan entah apa yang merasuki pikiranku, aku langsung menerimanya.

Hari-hari berikutnya, feel so tasty and beautiful...
Aku rasa aku nggak perlu menjelaskan apapun. Mungkin yang semua orang alami ketika pacaran ya seperti itu. SMS, telepon, chatting, dan walaupun hanya sebatas itu aku merasa aku cewek paling beruntung sedunia. Apalagi dia kini sedang ada job training dari kampusnya di luar kota. Long Distance Relationship is not that bad, at the first. Until I realized that it kill me slowly...

And that doomsday comes.
Dia pergi. Pergi. Iya, pergi. Begitu. Saja. Dia pergi begitu saja. Koreksi sedikit, dia tidak pergi tapi menghilang. Dia menghilang, dari kehidupanku, dari keluargaku, dan semuanya terjadi secara tiba-tiba. Mungkin aku yang salah, walaupun aku sama sekali tidak tahu salahku dimana karena semua yang aku katakan, yang aku pikirkan dan semua aktivitasku normal-normal saja. Aku bukan termasuk tipe cewek yang menyukai tantangan yang nantinya akan menimbulkan impuls dalam grafik hidupku dalam sumbu waktu dan pastinya impact-nya cukup berbahaya bagi reputasiku. Hell no !

Entah apa yang ada di pikirannya, dan aku sendiri bingung menghadapinya. Jalan pikirannya bahkan lebih rumit daripada algoritma RC4 pada sistem keamanan jaringan wireless LAN ( oh, sorry... aku juga sedang memikirkan Tugas Akhirku ). Mungkin ungkapan bahwa "cewek itu susah dimengerti" kini sudah mengalami perombakan dan kesetaraan gender. Aku rasa, ungkapan "cowok itu susah dimengerti" ada benarnya juga. Karena bukan hanya kami, kaum cewek, tapi kaum cowok pun sebenarnya lebih susah dimengerti. Contohnya Gid. Tiba-tiba pergi, tanpa sepatah kata atau sekedar berpamitan ( jika memang itu yang dia inginkan ), seolah-olah aku ini nggak ada artinya lagi baginya. Aku sempat berfikir kalau dia hanya menanfaatkanku atau mempermainkanku atau sekedar mampir di hatiku. Aku tidak tahu. Asal tahu saja, aku bukan tipikal cewek yang gampang galau, menangis dan susah move on. Aku lebih senang tertawa, bercanda dan enjoy every little thing in my life. Tapi kali ini semuanya berbeda. Buktinya, aku terus saja menangis, menyalahi diri sendiri, menyesali semuanya dan berharap waktu akan terulang sehingga aku bisa memperbaiki keputusanku yang salah : menerima cinta dia.

Sepertinya ini nggak akan pernah selesai jika harus kutulis semuanya. Yang jelas, aku hanya ingin berterima kasih pada Gid atas semua yang dia beri, terima kasih untuk lukanya, terima kasih atas kepalsuanmu, terima kasih juga untuk semua kebohongan yang kamu bungkus rapi untukku. Terima kasih.... Semoga Tuhan menyadarkanmu dan mengampuni semua dosa-dosamu dan juga semoga Tuhan selalu menyayangimu. Maaf aku nggak bisa ngasih apa-apa, hanya doa yang selalu menyertaimu. Itu aja.

Sekarang aku yakin, nggak ada yang lebih menyayangiku lebih dari ibuku, ayahku dan adikku.